الأربعاء، 14 يونيو 2017

استحباب اغتسال السَّلف في ليالي العشر الأواخر


استحباب اغتسال السَّلف في ليالي العشر الأواخر
للشيخ عبد الله بن صلفيق الظفيري حفظه الله.

أنه ورد عن السلف أنهم كانوا يغتسلون كل ليلة، ويتزينون كل ليلة من ليالي العشر الأواخر، قال ابن جرير:"كانوا يستحبون أن يغتسلوا -أي السلف- كل ليلة من ليالي العشر الأواخر، ومنهم من كان يغتسل ويتطيب في الليالي التي تكون أرجى لليلة القدر، و روي عن أنس: "أنه إذا كان ليلةُ أربع وعشرين اغتسل وتطيَّب، ولبس حُلَّةً وإزارًا ورداءً، فإذا أصبح طواهما فلم يلبسهما إلى مثلها من قابل".

وقال حمَّادُ بن سلمةَ: "كان ثابتٌ وحميدٌ يلبسان أحسن ثيابَهما أو ثيابِهما، ويتطيبان، ويُطيبان المسجد بالنضوح والدُّخنة -نوع من أنواع الطيب-، في اللِّيلة التي تُرجى فيها ليلة القدر".

قال ابن رجب : "فيُستحبُّ في الليالي التي تُرجى فيها ليلةُ القدر التنظُّفُ، والتطيُّبُ، والتزيُّن بالغُسل والطيب، واللباس الحسن، كما شُرع ذلك في الجُمع والأعياد، وكذلك يُشرعُ أخذُ الزينة بالثياب، في سائر الصلوات، كما قال -تعالى-: ﴿يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ﴾[الأعراف: 31]

وقال ابن عمر: "الله أحق أن يتزين له".

قال ابن رجب: وهو تنبيه مهم جدًا جدًا جدًا والمراد ببيانه وسيأتي؛ أن المراد أن المسلم كما أنه يتطيب ويتزين باللباس الظاهر فعليه أن يتطيب ويُزين الباطن، ويُصلح قلبه ويتوب من الذنوب، ويُبعد عن قلبه الأمراض.

المصدر: الفوائد من الدروس
على موقع ميراث الأنبياء

الثلاثاء، 7 فبراير 2017

Menulislah Seperti Shalat


Menulislah seperti shalat

‏11‏/05‏/1438‏ 10:23:27 ص

Sebuah kata merupakan hasil pergolakan emosi yang lama tersimpan. Terkuak dengan suara dan tulisan. 7 tahun berlalu mengarungi samudra tanpa batas yang beriring perpisahan tanda menyerah.

Sebuah ungkapan tak terdengar menjauh belum lama ini sahut menyahut memanggil satu sama lain. Diikuti suara hati yang menggema bising di kepala. Semangat api yang membakar mengabiskan apa yang di depan. Begitu lah tekad sang raga untuk menulis tulisan jenaka ini.

Rekaman dari beberapa dokumen, khayalan-khayalan, perbincangan beragam, diskusi aktif membalut sebuah rangkaian kata yang terpencar bagai serpihan yang tergeletak secara sembarang. Tanpa Sang Pembimbing Allah yang Maha Tahu semua serpihan itu tinggal tontonan jenakawan yang melawak sana-sini menyesatkan orang-orang.

Dulu tatkala masih SMA, umur ABG, momen penting bagi semua yang mengalaminya, banyak sekali ide terpancar dari relung-relung sanubari yang terisi melimpah, tanpa mau memulai mengambil beberapa gayung dari nya enggan belum punya ilmu apa-apa.

Kini, 10 tahun setelahnya: mencoba mengisi kembali tong-tong yang kering kerontang akibat lamanya berjemur di belantara yang menyesatkan, menyesakkan, membuat dehidrasi, penuh kegundahan hati.



Bagaimana itu mungkin dilakukan, memang bagaikan khayalan. Namun khayalan itu bisa menjadi bahan untuk sesuatu yang dapat dituliskan dengan pena yang berisi tinta gelap legam di atas secarik kertas putih pualam.

Kinerja otak ketika berkhayal menjaring beberapa neuron yang saling sahut-menyahut mencari data, merangkai imajinasi, melihat sampai melewati batas horizon utara atau selatan, sampai menjangkau diameter bumi. Sangat percuma bila kemampuan itu disia-siakan begitu saja.

Waktu pembatas memang musuh bebuyutan orang-orang yang memiliki  ketamakan yang kelewat batas. Sama seperti para pendahulu: mestinya dalam kondisi apa pun, di mana pun, jari ini tidak berhenti menorehkan garis-garis, mengayunkan pena tinta, mengisi waktu untuk meninggalkan jejak setelah waktu sampai pada batasnya.

Mengumpulkan data berbatas waktu. Mengalahkan waktu dengan menuliskan seluruh data; bacaan, khayalan, perbincangan, dan diskusi. Dengan fokus, disiplin, terus-menerus, tidak mengenal kondisi, kapan pun di mana pun. Menulislah seperti shalat.

By: Pendek Kata

@naqiebullah